Sumber hukum formal adalah sumber hukum dari mana secara langsung dapat
dibentuk hukum yang akan mengikat masyarakatnya. Dinamai dengan sumber hukum
formal karena semata-mata mengingat cara untuk mana timbul hukum positif, dan
bentuk dalam mana timbul hukum positif, dengan tidak lagi mempersoalkan
asal-usul dari isi aturan-aturan hukum tersebut.
Sumber-sumber
hukum formal membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi aturan-aturan hukum,
membentuk hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi sumber hukum formal ini
merupakan sebab dari berlakunya aturan-aturan hukum.
1. Undang-undang :
Undang-undang identik dengan hukum tertutlis
(ius scripta) sebagai lawan dari hukum yang tidak tertulis (ius non scripta).
Pengertian hukum tertulis sama sekali tidak dilihat dari wujudnya yang ditulis
dengan alat tulis. dengan perkataan lain istilah tertulis tidak dapat kita
artikan secara harfiah, namun istilah tertulis di sini dimaksudkan sebagai
dirumuskan secara tertulis oleh pembentukan hukum khusus (speciali
rechtsvormende organen).
Undang-undang dapat dibedakan atas :
a. Undang-undang dalam arti formal, yaitu
keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara terjadinya sehingga
disebut undang-undang. Jadi undang-undang dalam arti formal tidak lain
merupakan ketetapan penguasa yang memperoleh sebutan undang-undang karena cara
pembentukannya.
b. Undang-undang dalam arti materiil,
yaitu keputusan atau ketetapan penguasa, yang dilihat dari isinya dinamai
undang-undang dan mengikat setiap orang secara umum.
2. Kebiasaan :
Dasarnya : Pasal 27 Undang-undang No. 14 tahun
1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman di Indonesia mengatur bahwa: hakim
sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Dalam penjelasan otentik pasal di atas dikemukakan
bahwa dalam masyarakat yang masih mengenal hukum yang tidak tertulis serta
berada dalam masa pergolakan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan
penggali nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu ia
harusterjun ke tengah-tengah masyarakatnya untuk mengenal, merasakan dan mampu
menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan
demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa
keadilan masyarakat.
3. Traktat atau Perjanjian Internasional :
Perjanjian Internasional atau traktat juga
merupakan salah satu sumber hukum dalam arti formal. Dikatakan demikian oleh
karena treaty itu harus memenuhi persyaratan formal tertentu agar dapat
diterima sebagai treaty atau perjanjian internasional.
Dasar hukum treaty: Pasal 11 ayat (1 & 2) UUD 1945 yang berisi :
(1)
Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain;
(2)
Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat
yang luasdan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
Negara, dan /atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan DPR.
4. Yurisprudensi :
Pengertian yurisprudensi di Negara-negara yang
hukumnya Common Law (Inggris atau Amerika) sedikit lebih luas, di mana
yurisprudensi berarti ilmu hukum. Sedangkan pengertian yurisprudensi di
Negara-negara Eropa Kontinental (termasuk Indonesia) hanya berarti putusan pengadilan.
Adapun yurisprudensi yang dimaksudkan dengan putusan pengadilan, di Negara
Anglo Saxon dinamakan preseden.
Sudikno mengartikan yurisprudensi sebagai
peradilan pada umumnya, yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkret terhadap
tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan
oleh suatu Negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapa pundengan cara
memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa.
Walaupun demikian, Sudikno menerima bahwa di samping
itu yurisprudensi dapat pula berarti ajaran hukum atau doktrin yang dimuat
dalam putusan. Juga yurisprudensi dapat berarti putusan pengadilan.
Yurisprudensi dalam arti sebagai putusan pengadilan dibedakan lagi dalam dua macam :
a. Yurisprudensi (biasa), yaitu seluruh putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan pasti, yang terdiri dari :
1) Putusan perdamaian;
2) Putusan pengadilan negeri yang tidak di banding;
3) Putusan pengatilan tinggi yang tidak di kasasi;
4) Seluruh putusan Mahkamah Agung.
1) Putusan perdamaian;
2) Putusan pengadilan negeri yang tidak di banding;
3) Putusan pengatilan tinggi yang tidak di kasasi;
4) Seluruh putusan Mahkamah Agung.
b. Yurisprudensi tetap (vaste jurisprudentie), yaitu
putusan hakim yang selalu diikuti oleh hakim lain dalam perkara sejenis.
5.
Doktrin :
Doktrin adalah pendapat pakar senior yang
biasanya merupakan sumber hukum, terutama pandangan hakim selalu berpedoman
pada pakar tersebut.
Doktrin bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan juga dalam pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin merupakan sumber hukum yang paling penting.
Begitu pula bagi penerapan hukum Islam di Indonesia, khususnya dalam perkara perceraian dan kewarisan, doktrin malah merupakan sumber hukum utama, yaitu pendapat pakar-pakar fiqh seperti Syafii, Hambali, Malik dan sebagainya.
Doktrin bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan juga dalam pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin merupakan sumber hukum yang paling penting.
Begitu pula bagi penerapan hukum Islam di Indonesia, khususnya dalam perkara perceraian dan kewarisan, doktrin malah merupakan sumber hukum utama, yaitu pendapat pakar-pakar fiqh seperti Syafii, Hambali, Malik dan sebagainya.
Sumber :